SINTESANEWS.ID – Sekretaris Aliansi Masyarakat Loa Kulu Menolak HGU, Ramadhan mempertanyakan komitmen BPN Kaltim maupun Kukar terkait persoalan HGU PT Budi Duta Agro Makmur (BDAM).
Hal itu kembali disuarakan oleh aliansi, lantaran Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang difasilitasi oleh Komisi-I, di kantor DPRD Kaltim beberapa waktu lalu, sampai saat ini belum ada tindak lanjut.
Atas dasar itu, aliansi menilai pihak terkait (pemerintah) seperti tidak peduli dengan permasalahan yang sampai hari ini terjadi di sejumlah desa di Loa Kulu yang menjadi lahan HGU, seperti Desa Loh Sumber, Sumber Sari, Jembayan Dalam, Jembayan Tengah, Margahayu dan Desa Sungai Payang.
“Ini kesannya seolah-olah permasalahan yang disampaikan oleh masyarakat kepada pemerintah tersebut telah selesai. Padahal, problem yang dihadapi oleh masyarakat tetap terjadi di lapangan, selama belum adanya keputusan untuk mencabut status HGU di kawasan yang terdapat hak-hak masyarakat dan belum diselesaikan oleh pemilik HGU yaitu PT. Budi Duta Agro Makmur,” ujar Ramadhan.
Untuk menyelesaikan permasalahan antara masyarakat dan perusahaan ini, aliansi menuntut BPN Kaltim untuk bertanggung jawab atas HGU di lahan masyarakat yang sudah digarap secara turun-temurun tersebut.
Karena memproses penerbitan sertifikat HGU sebelum adanya kewajiban penyelesaian hak atas tanah dengan masyarakat setempat, aliansi menilai bahwa BPN telah melakukan tindakan yang tidak profesional sehingga menyebabkan kerugian bagi masyarakat.
“Kami berani menyatakan hal tersebut, karena terbukti bahwa sertifikat HGU yang diterbitkan pada tahun 2009, proses dan prosedurnya terbukti dipalsukan, sehingga mengakibatkan beberapa oknum BPN dipenjara berdasarkan keputusan pengadilan,” ungkap Ramadhan.
Jika proses penerbitan tersebut sudah terbukti bermasalah, aliansi pun mempertanyakan sikap BPN Kaltim dan pemerintah daerah.
“Apa yang mereka lakukan ketika mengetahui bahwa proses tersebut dipalsukan? Mengapa HGU yang nyata-nyata prosesnya dipalsukan tetap dapat menguasai lahan masyarakat? Bagi kami, ini adalah tindakan pembiaran yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat,” tegasnya.
Ramadhan mengaku telah mengajukan surat permohonan enclave kepada BPN Kaltim.
Dalam permohonan itu, aliansi menyampaikan luas lahan yang dimohon untuk di-enclave, dan melampirkan beberapa dasar dan bukti bahwa HGU PT BDAM seharusnya tidak diterbitkan di kawasan tersebut.
Alasannya, masyarakat setempat tidak pernah mengetahui proses perpanjangan HGU PT BDAM yang ditetapkan oleh pemerintah pada tahun 2009.
Di sisi lain, aliansi menilai bahwa keberadaan HGU di sejumlah desa di Loa Kulu sampai saat ini tidak pernah memberikan dampak positif yang signifikan terhadap peningkatan ekonomi masyarakat.
Ditambah lagi berdasarkan informasi yang didapatkan dalam RDP pada pertengahan Oktober 2023 kemarin, diketahui PT BDAM telah mendapatkan peringatan ketiga dari Dinas Perkebunan Kukar karena lalai dalam menjalankan kewajibannya sebagai pemegang izin perkebunan dan HGU.
Tak hanya itu, PT BDAM juga diduga telah melanggar RT/RW dan diketahui tidak melaksanakan kewajiban terkait kebun plasma minimal 20 persen dari total luasan lahan HGU yang dimilikinya sejak berdiri di Kukar.
“Dari hal ini kami selaku masyarakat meragukan profesionalitas pemerintah khususnya BPN Kaltim. Mengapa tidak melakukan tindakan yang konkret dan tegas untuk mengevaluasi dan mengambil tindakan yang semestinya terhadap perusahaan yang hadir hanya untuk mengeruk keuntungan dan memperbesar kerugian bagi masyarakat di Kukar,” ujar Ramadhan.
“Apakah hari ini Pemerintah wilayah Kaltim dan Kukar sudah tunduk dan patuh terhadap kepentingan perusahaan?,” sambungnya.
Kemudian, aliansi juga mengaku memiliki bukti bahwa kawasan HGU PT BDAM di Loa Kulu cukup banyak dimanfaatkan untuk sektor pertambangan dengan dalih perjanjian pemanfaatan lahan bersama atau PPLB dengan pemilik IUP pertambangan.
Menurut Ramadhan, akibat PPLB ini banyak lahan masyarakat yang sudah produktif dan menghasilkan untuk menafkahi keluarga akhirnya digusur oleh pihak perusahaan.
Selain dihargai dengan sangat murah karena adanya status HGU di atasnya, dalam proses peralihan kawasan tersebut untuk menjadi kawasan pertambangan juga diduga terjadi transaksi “jual beli” alih fungsi lahan yang mencapai angka ratusan miliar rupiah.
“Data ini kami saksikan dalam putusan MA terkait adanya gugatan ganti rugi atas alih fungsi lahan HGU menjadi kawasan pertambangan. Ini telah cukup mengindikasikan, bahwa penerbitan HGU di Kec. Loa kulu yang notabene memiliki cadangan batubara yang potensial, bisa jadi hanya kamuflase dari beberapa cukong untuk meraup keuntungan pribadi dari sektor pertambangan,” beber Ramadhan.
“Dengan istilah lain, mereka tak perlu menambang, tapi ikut mendapatkan keuntungan yang besar, dengan dalih ganti rugi kawasan HGU,” tuturnya.
Lanjut Ramadhan, selain HGU PT BDAM, di Loa Kulu khususnya Desa Jembayan Tengah dan Jembayan Dalam juga diterbitkan HGU PT Kota Bangun Plantation (KBP).
Anehnya, kata dia, HGU tersebut menindih lahan masyarakat yang telah bersertifikat bahkan tidak sedikit dari rumah masyarakat dan bangunan pemerintah seperti sekolah masuk sebagai kawasan HGU PT KBP.
“Artinya penetapan kawasan HGU ini, memang jauh dari standard prosedur sebagaimana yang ditentukan dalam undang-undang dan peraturan kementerian ATR/BPN. Dengan Kata lain, pihak BPN Kaltim telah bertindak secara licik dalam penetapan kawasannya,” pungkasnya.
Aliansi berharap, pemerintah dan Para Wakil Rakyat dapat membuka mata terhadap kondisi ini.
Jika dalam waktu dekat tidak juga ada langkah konkrit yang dilakukan oleh pemerintah khususnya BPN, aliansi mengaku bakal mengerahkan massa untuk melakukan aksi demonstrasi besar-besaran untuk menuntut BPN segera menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana mestinya. (*)