Home » Berita Utama » ASN Tak Dapat Izin Cuti untuk Jadi Calon Kades, Haidir: Laporkan Pemkab Kukar ke Ombudsman!

ASN Tak Dapat Izin Cuti untuk Jadi Calon Kades, Haidir: Laporkan Pemkab Kukar ke Ombudsman!

Senin,25 Juli 2022 12:58WIB

Bagikan :
Pengamat politik Kukar, Haidir. (Istimewa)

SINTESANEWS.ID – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar) memutuskan tidak memberikan izin cuti kepada sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN), salah satunya Ahmad Taufik, yang ingin mencalonkan diri sebagai Calon Kepala Desa Segihan di Pilkades serentak tahun 2022.

Menanggapi hal ini, pengamat politik Kukar Haidir menjelaskan bahwa sejatinya setiap ASN memiliki hak untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala desa.

Karena itu, kata dia, secara prinsip Pemkab Kukar berkewajiban memberikan izin cuti kepada setiap ASN yang mengajukan izin tersebut.

Atas dasar itu, Haidir menegaskan, keputusan Pemkab Kukar yang tidak memberikan izin cuti kepada sejumlah ASN untuk bertarung di Pilkades 2022 tanpa alasan yang jelas merupakan salah satu bentuk ketidakadilan.

Sebelumnya, sambung dia, di sejumlah media massa dikabarkan bahwa Pemkab Kukar tak memberikan izin cuti kepada ASN tersebut karena beberapa alasan.

Salah satu alasannya karena tenaga ASN tersebut masih dibutuhkan oleh Pemkab Kukar. Sementara bagi ASN yang akan pensiun, Pemkab menyarankannya untuk mengajukan pensiun dini.

“Proses-proses itu bisa saja diargumentasikan sebagai alasan yang menjadi ketentuan dari pengambilan kebijakan, tetapi apakah itu rasional dalam pandangan hukum atau aturan? Itu yang sebenarnya perlu kita nilai,” ujar Haidir saat ditemui di kediamannya pada Minggu (24/7/2022) malam.

Kata dia, pensiun dini bagi ASN tidak mudah. Sebab, proses pengurusan pensiun dini harus diajukan secara berjenjang dari pemerintah daerah hingga pemerintah pusat.

Karenanya, proses pengajuan sampai persetujuan pensiun dini relatif lama, sehingga saran tersebut tidak rasional sebab ASN itu dikejar waktu dalam memenuhi syarat pendaftaran berupa izin cuti bagi ASN untuk mencalonkan diri sebagai kepala desa.

“Dalam persyaratan calon kepala desa termaktub izin cuti bagi ASN. Sudah dapat dipastikan para ASN yang berminat mencalonkan diri sebagai kepala desa akan fokus pada syarat tersebut, bukan berpikir untuk pensiun dini,” tegasnya.

Ia meyakini bahwa para ASN yang mengajukan izin cuti untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala desa adalah mereka yang tak mendapatkan posisi di pemerintah daerah.

Jika mereka memiliki posisi di pemerintahan, kata dia, ASN tersebut kecil kemungkinan akan mencalonkan diri sebagai calon kepala desa di Pilkades 2022.

“Kenapa mereka punya ide untuk mengabdi di desa? Karena mereka merasa di tempat kerjanya sekarang, dia tidak memiliki posisi jabatan, sehingga mereka berpikir ‘bagaimana bisa mengabdi pada lingkungan yang lebih riil sementara di tempat kerja sekarang tidak memiliki jabatan dan tidak banyak diberi peran dalam kerja’,” katanya.

Bagi ASN yang tidak mendapatkan izin cuti dari Pemkab Kukar, Haidir menjelaskan bahwa mereka mempunyai hak untuk melaporkan hal itu kepada Ombudsman.

Langkah ini dapat diambil secara pribadi maupun kolektif oleh ASN yang tidak mendapatkan izin cuti dari Pemkab Kukar. Dengan begitu, Ombudsman dapat mengadili kasus tersebut apabila para ASN itu merasa tidak mendapatkan keadilan dari Pemkab Kukar dalam urusan ini.

“Agar ada putusan yang jelas dan sanksi yang tegas jika kebijakan ini terbukti telah mengebiri kepentingan-kepentingan para ASN,” ujarnya.

Kasus ini, sambung dia, mesti menjadi catatan penting bagi semua pihak. Harapannya, Pemkab Kukar tidak menggunakan dalih yang tak pantas dan tidak masuk akal.

Haidir menegaskan bahwa menjadi ASN di pemerintahan daerah maupun pemerintah desa sama-sama merupakan bentuk pengabdian, sehingga tidak perlu dipisahkan. Pengabdian sebagai kepala desa pun nilainya tidak kecil jika dibandingkan dengan pekerjaan di instansi pemerintah daerah.

Para ASN yang memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala desa, kata Haidir, sejatinya memahami bahwa ada ruang pengabdian yang tersedia di desa jika mereka terpilih sebagai kepala desa, daripada hanya menjalani rutinitas harian di instansi yang tidak memberikan tugas dan jabatan jelas untuk memaksimalkan potensinya.

Sejumlah pihak menduga kebijakan Pemkab Kukar yang tidak memberikan izin cuti kepada ASN tersebut sebagai kebijakan yang sarat dengan unsur politis.

Haidir mengatakan, mestinya kepala daerah tidak mengambil kebijakan yang terkesan politis dan tidak adil. Baginya, momentum politik sudah selesai, sehingga sekarang adalah masa untuk membangun daerah dan meningkatkan kinerja untuk merealisasikan komitmen kepada masyarakat.

“Jika urusan Pilkades ini sampai ada ‘dendam’ politik maka seolah-olah Pilkada terus terjadi sepanjang hari; selama pemerintahan berjalan kesan Pilkada terus bergulir. Jadi, agak lucu juga,” sesalnya.

Ia merasa tidak pantas menyebut bahwa keputusan Pemkab Kukar tersebut didasarkan tendensi suka dan tidak suka (like and dislike) terhadap pribadi atau kelompok tertentu.

Namun, kata Haidir, asumsi publik terkait kebijakan yang terkesan karena unsur like and dislike dalam keputusan Pemkab Kukar tersebut tidak pernah diklarifikasi secara jernih dan terang oleh pemerintah daerah.

Dengan demikian, sangat wajar bila muncul asumsi bahwa penolakan pemberian izin cuti kepada sejumlah ASN itu karena pertimbangan like and dislike.

“Tanpa klarifikasi jelas dan argumentasi yang masuk akal dari pejabat daerah yang kompeten terkait masalah izin cuti ini, bisa saja menunjukkan nilai kebenaran asumsi publik tersebut,” tegasnya.

Dia mengatakan, ASN memang harus netral dalam momentum kontestasi di berbagai tingkatan. Namun, keterlibatan ASN dalam pertarungan politik juga kerap terjadi di Kukar.

Menurut Haidir, fenomena ini muncul karena ASN yang terbukti tidak netral dalam Pilkada selama ini tidak pernah ditertibkan secara serius oleh penyelenggara pemilu. ASN pun dengan leluasa bermanufer serta berpihak pada calon tertentu saat Pilkada.

“Kenapa itu terjadi? Karena memang sanksi yang selama ini diharapkan untuk bagaimana mendorong netralitas ASN itu tidak diterapkan dengan baik,” terangnya.

“Mungkin saja yang terjadi saat ini dalam urusan Pilkades karena pemikiran bahwa Pilkada itu seolah-olah belum usai bagi beberapa pejabat kita, sehingga semangat pertentangan terus terjadi sampai ke momen Pilkades saat ini. Padahal Pilkada sudah selesai,” ujarnya.

“Kalaupun benar masalah ini terkait Pilkada yang sudah lewat, berarti pejabatnya punya penyakit hati karena tetap memelihara ‘dendam’ meskipun Pilkada telah usai. Jadi tidak enak kita bicara wilayah ini. Tapi, ini harus kita jernihkan. Jadilah negarawan yang betul-betul negarawan,” sambungnya.

Dia menyarankan kepada Pemkab Kukar agar setiap orang diberikan kesempatan yang sama untuk dapat memilih dan dipilih dalam kontestasi Pilkades 2022. Dengan begitu, Pilkades bisa dinikmati oleh semua warga Kukar.

Haidir juga menyarankan Pemkab Kukar tidak masuk terlalu jauh dalam urusan Pilkades sehingga tidak menimbulakan kesan mengintervensi tahapan Pilkades 2022.

Pasalnya, momentum tersebut tergolong kecil untuk diurus oleh Pemkab Kukar. Apalagi masih banyak masalah yang lebih besar di Kukar yang harus diselesaikan oleh Pemkab Kukar.

Ia berharap agar Pemkab Kukar menyampaikan argumentasi kuat dan logis dalam kasus penolakan pemberian izin cuti ASN ini sehingga dapat memuaskan publik.

Kasus ini pun menuai polemik yang cukup menyita waktu dan kegaduhan di tengah publik. Karena itu, sebagian masyarakat yang tidak puas dengan kebijakan Pemkab Kukar itu sempat melakukan demonstrasi dan tuntutan dari masyarakat.

“Ini sebenarnya cedera yang harus segera diperbaiki oleh pemerintah kita agar tidak berlarut-larut dan menjadi persoalan bersama bagi kita,” pungkasnya. (*)

6085768219885996691-min

TOPIK TERKAIT

BERITA UTAMA

REKOMENDASI

cb69ca3e-61d6-4002-8894-a924a9d8e08a

TEKNOLOGI

TERPOPULER

HIBURAN

bannera

POLITIK