Home » Ekonomi » Ekonomi Makro » Guru Besar Febis Unikarta Ini Beberkan Tiga Faktor Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng

Guru Besar Febis Unikarta Ini Beberkan Tiga Faktor Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng

Sabtu,12 Maret 2022 01:35WIB

Bagikan :
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Kutai Kartanegara Tenggarong, Prof. Iskandar. (Istimewa)

Kukar, sintesanews.id – Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (Febis) Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) Tenggarong Prof. Iskandar menanggapi fenomena kelangkaan minyak goreng di Kukar, yang juga dirasakan oleh masyarakat Indonesia.

Ia pun menyinggung berita-berita penimbunan minyak goreng di beberapa wilayah di Indonesia. Namun, menurutnya, hal itu harus diteliti lebih dalam.

“Perlu dibuktikan lebih jauh lagi menggunakan data-data empirik,” katanya kepada sintesanews.id melalui wawancara tertulis, Jumat (11/3/2022).

Ia menyebut, kelangkaan minyak goreng di pasar secara teoritik tidak terlepas dari mekanisme penawaran dan permintaan (supply and demand).

Lebih lanjut, dosen Unikarta itu menjelaskan, beberapa faktor yang menjadi penyebab penurunan suplai karena produsen mengalami kesulitan dalam memasarkan minyak goreng di dalam negeri.

Iskandar pun mengurai tiga faktor yang menyebabkan kelangkaan tersebut: pertama, Crude Palm Oil (CPO) merupakan salah satu jenis minyak nabati yang paling banyak diminati masyarakat dunia.

Saat ini, harga CPO di pasar dunia sedang mengalami kenaikan secara signifikan. “Kenaikan itu dari 1.100 dolar AS menjadi 1.340 dolar,” ungkapnya.

Kenaikan harga CPO, sambung Iskandar, menyebabkan produsen lebih memilih menjual minyak goreng ke luar negeri dibandingkan ke dalam negeri.

“(Karena) produsen akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar apabila menjual minyak goreng ke luar negeri,” terangnya.

Kedua, pemerintah mewajibkan perusahaan kelapa sawit menjalankan program B30. Ini merupakan program pemerintah yang mewajibkan pencampuran 30 persen diesel dengan 70 persen bahan bakar minyak jenis solar. “Ada peralihan menuju ke produksi biodiesel,” katanya.

Saat ini, lanjut dia, bahan baku yang seharusnya dijadikan minyak goreng justru digunakan untuk produksi biodiesel. Hal itu lantaran terdapat kewajiban bagi pengusaha CPO untuk memenuhi produksi biodiesel sebesar 30 persen.

Ketiga, kondisi pandemi Covid-19 yang belum selesai. Iskandar mengungkapkan, ada beberapa negara di belahan dunia yang sedang mengalami gelombang ketiga Covid-19. 

Karena itu, konsumen luar negeri yang selama ini menggunakan minyak nabati beralih ke CPO. “Sehingga ada kenaikan permintaan di luar negeri terkait ekspor CPO,” paparnya.

Kemudian, produsen minyak goreng hanya terdapat di sejumlah daerah. Sedangkan distribusi minyak goreng dilakukan ke seluruh daerah di Indonesia. “Hal tersebut menyebabkan kenaikan harga distribusi,” sebutnya.

Berkaitan dengan logistik, harga kontainer saat ini lebih mahal dari sebelumnya. Biaya pengapalan (shipping) juga mengalami kenaikan. Faktor itu mendorong harga minyak goreng mengalami kenaikan.

Kenaikan harga minyak goreng, sambung dia, berimbas terhadap perekonomian. “Jadi, naiknya harga minyak goreng akan mendorong inflasi secara umum,” sebut Iskandar.

Dampak lain yang ditimbulkan dari kenaikan harga minyak goreng ini dapat mempengaruhi beberapa sektor, di antaranya sektor industri makanan, rumah tangga, dan semua produsen yang menggunakan bahan baku minyak goreng.

“Oleh karena itu, dampaknya juga akan lebih terasa terhadap inflasi, terutama dari segi Indeks Harga Konsumen (IHK),” lanjutnya.

Iskandar mengusulkan kepada Pemkab Kukar melalui Organisasi Perangkat Paerah (OPD) seperti Bidang Ketahanan Ekonomi Kesbangpol, Bidang Perdagangan Disperindag, Bagian Ekonomi, dan OPD terkait melakukan operasi pasar.

 “(OPD terkait juga perlu) melakukan penyelidikan. Mencari tahu penyebab kelangkaan ini,” tutupnya. (*)

Penulis: Mursid Mubarak

6085768219885996691-min

TOPIK TERKAIT

BERITA UTAMA

REKOMENDASI

cb69ca3e-61d6-4002-8894-a924a9d8e08a

TEKNOLOGI

TERPOPULER

HIBURAN

bannera

POLITIK