SINTESANEWS.ID- Antrean panjang pasien yang menunggu jadwal operasi di rumah sakit-rumah sakit Kalimantan Timur kembali menuai sorotan. Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra, mengungkapkan bahwa keterbatasan jumlah tenaga medis spesialis menjadi salah satu penyebab utama lambatnya penanganan pasien, terutama dalam kasus penyakit berat seperti kanker.
“Misalnya pasien kanker usus. Di beberapa rumah sakit, hanya ada dua dokter spesialis. Mereka hanya bisa melakukan dua hingga tiga operasi per hari. Ini bukan karena tidak mau, tetapi karena mereka harus menjaga kualitas dan keselamatan tindakan medis,” ujar Andi saat ditemui di Samarinda, Kamis (22/5/2025).
Menurut Andi, persoalan ini tidak bisa diselesaikan dengan solusi jangka pendek semata. Dibutuhkan upaya sistematis dan terencana untuk menambah jumlah tenaga medis spesialis serta mendistribusikannya secara merata ke seluruh rumah sakit daerah.
Ia menekankan bahwa dokter juga memiliki keterbatasan fisik. Tekanan kerja berlebihan dapat menyebabkan kelelahan yang justru berisiko pada keselamatan pasien.
“Jangan sampai demi kuantitas, kita mengorbankan kualitas. Itu bisa berdampak buruk pada pasien maupun reputasi layanan kesehatan kita,” tegasnya.
Sebagai langkah awal, Andi mendorong pemerintah provinsi untuk memperluas akses beasiswa afirmatif bagi calon dokter spesialis, serta memperkuat kemitraan dengan perguruan tinggi kedokteran. Ia juga meminta agar kebijakan distribusi tenaga medis lebih berpihak pada daerah yang selama ini kekurangan layanan kesehatan lanjutan.
“Kita butuh roadmap yang jelas dalam pemenuhan kebutuhan dokter spesialis. Jangan hanya mengandalkan rumah sakit besar di kota-kota besar,” tambahnya.
Tak hanya soal jumlah, transparansi dalam sistem antrean operasi juga menjadi sorotan. Andi menyarankan agar rumah sakit mulai membuka data antrean secara berkala kepada publik sebagai bentuk akuntabilitas dan komunikasi yang baik dengan pasien.
“Kalau masyarakat tahu alasannya jelas, mereka bisa lebih bersabar. Jangan sampai muncul spekulasi negatif karena kurangnya informasi,” ucapnya.
Ia pun mengingatkan bahwa reformasi pelayanan kesehatan di daerah seperti Kaltim hanya akan berhasil jika ada dukungan dari pusat, termasuk melalui penempatan tenaga medis secara strategis dan pemberian insentif untuk daerah terpencil.
“Kesehatan adalah hak dasar. Kita perlu memastikan bahwa semua warga, dari kota hingga pelosok, mendapatkan layanan medis yang layak dan cepat,” tutupnya. (Adv)