Home » Politik » Mancanegara » Jejak Berdarah Inggris terhadap Suku Aborigin di Australia

Jejak Berdarah Inggris terhadap Suku Aborigin di Australia

Jumat,13 Mei 2022 11:46WIB

Bagikan : Array

Pada masa ‘Carnaval of Crime’, kejahatan di Inggris meningkat dan menjadikan penjara-penjara penuh. Inggris juga tidak bisa lagi membuang para tahanan ke benua Amerika karena Amerika telah memerdekakan diri dari Inggris. Akhirnya navigasi Cook di tahun 1770 yang kembali menemukan Australia membuka celah untuk menguasai benua itu sebagai milik Australia.

Kedatangan kapal James Cook di tahun 1770 menjadi awal klaim kepemilikan Inggris atas tanah Australia. Kapal yang awalnya berekspedisi mencari daratan baru ini akhirnya menjadi babak pertama penjajahan terhadap suku Aborigin. Dengan ditemukannya tambang emas semakin banyak imigran Inggris datang dan mengapling tanah untuk pemukiman pendatang. Pengaplingan ini kerap bersinggungan dengan tanah adat Aborigin.

Di awal pendudukannya, Inggris melakukan pembantaian di tahun 1806. Ratusan penduduk pribumi ditembak dan dikeroyok hingga tewas. Tercatat dalam laporan surat kabar Independen tahun 1997, banyak terjadi kasus pemerkosaan yang akhirnya menularkan penyakit mematikan bagi suku Aborigin.

Bangsa kulit putih ingin menguasai daratan Australia dan menyingkirkan suku asli Australia. Mereka memecah konflik berdarah karena memperlakukan suku pribumi dengan buruk. Dalam arsip kolonial Australia telah dibenarkan dari tahun 1824 hingga 1908, setidaknya 10 ribu suku Aborigin tewas terbunuh. Arsip tersebut juga menyebutkan beberapa korban tewas karena menjadi ‘bahan mainan bangsa kulit putih’.

Berpedoman dengan teori evolusi Darwin, bangsa Inggris melihat suku Aborigin sebagai satu spesies manusia yang tidak membangun. Pada tahun 1890 wakil presiden Royal Society di Tasmania, James Barnard menulis, “Proses pemusnahan ini adalah suatu prinsip evolusi dan yang kuatlah yang terus hidup.”

Hasil dari pandangan rasis ini membuat suku Aborigin dibantai beramai-ramai. Beberapa kepala yang dipenggal ditancapkan di pintu stasiun, roti beracun diberikan kepada keluarga Aborigin bahkan banyak di antara mereka yang dijadikan hewan eksperimen.

Di awal abad 20 masih berlanjut kekejaman terhadap suku Aborigin ini. Pembunuhan besar-besaran secara sistematis dilakukan dengan melakukan kebijakan ‘pembauran’. Suku Aborigin dianggap suku yang tertinggal peradaban, karena memilih hidup di alam bebas atau memakai busana seadanya.

Kebijakan asimilasi ini dijalankan secara paksa. Pada periode 1910 hingga 1970 lebih dari 100 ribu anak-anak suku Aborigin direbut paksa dari orang tuanya untuk dipasangkan dengan orang tua angkat kulit putih. Mereka diwajibkan berbahasa Inggris dan membuang semua kebudayaan Aborigin.

Bagi pria pribumi yang melawan asimilasi, maka polisi berhak memukulinya, bahkan asimilasi ini terjadi sampai tahun 1970. Laporan Hakim Ronald Wilson juga menyebutkan praktik diskriminasi dan genosida dijalankan bahkan setelah Australia secara sukarela menandatangani traktat internasional Piagam PBB 1948.

Pada 31 Maret 2014 yang lalu, suku Aborigin menunjukkan keinginannya merdeka dari Inggris. Mereka ingin mengakhiri pemerintahan kolonial yang telah berlangsung lebih dari 200 tahun, dengan mengirim surat kepada Ratu Elizabeth II dan pemerintah Australia.

Sebuah deklarasi pembentukan negara Murrawari yang menjadi rumah suku Aborigin pun telah dilakukan. Sebelumnya gerakan kedaulatan Aborigin di Australia sudah terlihat pada tahun 1972. Sebuah kelompok Gerakan Kedutaan Kemah Aborigin mendukung hak atas tanah pribumi dan mengusir Inggris yang tidak pernah punya kuasa sah atas benua Australia.

Skandal Australia menghebohkan dunia, setelah surat kabar Independent edisi 24 Mei 1997 menurunkan laporan panjang mengenai bukti kekejaman kolonialis Inggris terhadap suku Aborigin. Laporan setebal 700 halaman ini disusun oleh mantan Hakim Agung Sir Ronald Wilson.

Setelah beberapa tambang emas ditemukan di kawasan Barat Australia pada 1851, semakin banyak imigran Inggris datang. Pemerintah kolonial mengapling tanah untuk pemukiman pendatang. Kebijakan ini kerap bersinggungan dengan tanah adat Aborigin. Pecahlah konflik berdarah.

Kasus pembantaian pertama, berdasarkan data Ronald, terjadi di Tasmania pada 1806. Ratusan penduduk pribumi ditembak atau dikeroyok dengan benda tajam sampai tewas.

Tercatat pula kasus-kasus pemerkosaan wanita Aborigin yang berdampak pada penularan penyakit seksual. Jenis-jenis penyakit yang biasa diidap ras kulit putih, tapi mematikan bagi Aborigin seperti influenza, bisa memicu wabah.

Arsip Kolonial Australia membenarkan sepanjang 1824 hingga 1908, setidaknya 10 ribu Aborigin tewas terbunuh. Itu di luar kematian wajar atau sebab-sebab lain. (*)

Sumber: Ensiklopedia Pengetahuan

Sumber referensi:

https://www.google.com*/amp/s/amp.kaskus.co.id/thread/54f1d229118b46fe638b4570/potret-kejamnya-penjajah-menyiksa-suku-aborigin

https://m.merdeka.com*/dunia/kisah-kekejaman-australia-berabad-abad-pada-etnis-aborigin.html

6085768219885996691-min

TOPIK TERKAIT

BERITA UTAMA

REKOMENDASI

cb69ca3e-61d6-4002-8894-a924a9d8e08a

TEKNOLOGI

TERPOPULER

HIBURAN

bannera

POLITIK