SINTESANEWS.ID — Ketua DPRD Kalimantan Timur, Hasanuddin Mas’ud, menilai pelaksanaan Pemilihan Suara Ulang (PSU) di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Mahakam Ulu merupakan momentum penting untuk mengoreksi kualitas demokrasi di daerah.
Hasanuddin menyebut PSU merupakan cerminan dari kegagalan dalam tahapan demokrasi yang seharusnya berlangsung adil, transparan, dan kredibel.
Ia menegaskan bahwa dua kabupaten di Kaltim harus menghadapi PSU karena adanya pelanggaran serius yang terbukti di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Ini bisa menjadi koreksi demokrasi bagi kita. Di Kukar, MK menyatakan salah satu kandidat tidak memenuhi syarat pencalonan, sementara di Mahakam Ulu, ditemukan kontrak politik yang mengarah pada praktik politik uang atau vote buying,” kata Hasanuddin, Rabu (16/4/2025).
Ia menyoroti bahwa dampak dari PSU tidak hanya bersifat politik, tetapi juga menghambat jalannya pemerintahan.
Salah satu dampak langsung adalah stagnasi kebijakan karena kepala daerah belum definitif, sehingga banyak program strategis tertunda.
Selain itu, Hasanuddin menambahkan, PSU menimbulkan pemborosan anggaran. Dana yang seharusnya digunakan untuk belanja pembangunan, terpaksa dialihkan untuk mendanai pemilihan ulang.
“Ini jelas bukan kondisi yang ideal bagi pemerintah maupun masyarakat,” ujarnya.
Dampak lain yang tak kalah penting, lanjutnya, adalah terganggunya pelayanan publik dan pelaksanaan proyek strategis.
“Banyak pelayanan menjadi tersendat karena kepemimpinan bersifat sementara, dan itu merugikan masyarakat,” tegasnya.
Dalam pandangannya, akar persoalan yang memicu PSU adalah lemahnya sistem dan integritas penyelenggara.
Ia menyoroti proses seleksi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang tidak berbasis merit, serta lemahnya kapasitas teknis dan pengawasan dari pihak terkait.
“Laporan pelanggaran sering diabaikan, dan praktik politik uang dibiarkan tanpa tindakan tegas. Ini yang seharusnya jadi perhatian kita semua jika ingin menghindari PSU di masa depan,” ungkapnya.
Ketua DPRD Kaltim ini menutup pernyataannya dengan mendorong reformasi serius dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada di tingkat daerah, agar demokrasi tidak sekadar prosedural, tetapi juga substantif dan berintegritas. (Adv)