SINTESANEWS.ID – Ketimpangan perlakuan terhadap masyarakat dan korporasi kembali mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPRD Kukar yang membahas Perda Masyarakat Hukum Adat.
Kali ini, Idham, anggota DPRD Kukar dari Komisi IV, mengungkap kisah nyata yang mencerminkan ketidakadilan di lapangan.
Dalam forum yang digelar Senin (19/5/2025) itu, Idham menyinggung satu desa di wilayahnya yang tidak bisa memperoleh lahan untuk membangun tempat pembuangan akhir (TPA) sampah karena ditolak oleh sebuah perusahaan.
“Bayangkan, untuk kepentingan umum saja, lahan tidak dikasih. Ini ironis,” ujar Idham.
Menurutnya, kasus semacam ini tidak bisa dibiarkan terus terjadi. Masyarakat seolah menjadi tamu di tanahnya sendiri, sementara perusahaan bebas memanfaatkan lahan tanpa mempertimbangkan kebutuhan lokal.
Persoalan tersebut, kata Idham, menunjukkan betapa pentingnya Perda tentang Masyarakat Hukum Adat segera disahkan. Perda itu akan menjadi payung hukum untuk memperkuat posisi masyarakat adat dalam mengklaim dan mengelola wilayahnya.
“Kita tidak bicara soal menolak investasi, tapi keadilan harus dijaga. Kalau warga butuh lahan untuk fasilitas umum, ya harusnya dibantu, bukan dipersulit,” tegasnya.
Ia juga mendorong agar pemerintah daerah dan legislatif saling bersinergi dalam menyelesaikan konflik lahan, apalagi yang menyangkut kepentingan dasar seperti pengelolaan sampah.
Menurut Idham, kasus seperti ini akan terus berulang jika tidak ada keberanian dari pemerintah untuk berpihak kepada rakyat. Keadilan agraria harus ditegakkan, dan DPRD Kukar siap menjadi bagian dari solusi.
Dalam konteks inilah, ia mengajak semua pihak untuk mendorong percepatan pengesahan Perda, agar masyarakat hukum adat tidak lagi menjadi pihak yang selalu dikalahkan.
“Kita harus lawan ketimpangan ini. Ini tugas moral kita sebagai wakil rakyat,” pungkasnya. (Adv/fi)