SINTESANEWS.ID – Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani memastikan normalisasi hubungan beberapa negara Arab dengan Rezim Zionis Israel tidak akan membantu menunjang stabilitas dan keamanan di kawasan Timur Tengah (Timteng).
Hal itu ditegaskan Kanaani pada konferensi pers, Senin (26/12/2022), sebagai tanggapan atas pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengenai normalisasi hubungan dengan Arab Saudi.
Pihaknya percaya bahwa pengembangan hubungan dan normalisasi negara-negara Arab dan Muslim dengan rezim Israel tidak akan berkontribusi bagi penguatan stabilitas, keamanan dan perdamaian di kawasan, dan juga tidak akan membantu penegakan hak bangsa Palestina.
Bangsa Palestina, lanjut dia, belum menyambut normalisasi hubungan. Negara-negara di kawasan juga telah menunjukkan bahwa mereka tidak menyambut baik normalisasi hubungan beberapa pemerintah Islam dan Arab dengan rezim Israel, dan mereka tidak menerimanya.
Kanaani kemudian menekankan bahwa sikap Iran terhadap entitas Zionis Israel sudah jelas, dan bahwa rakyat Palestina berharap negara-negara di kawasan membela hak-hak mereka.
Sebelumnya, Netanyahu mengklaim bahwa normalisasi dengan Saudi akan mengarah pada penyelesaian konflik Israel-Palestina.
“Saya pikir perdamaian dengan Arab Saudi pada akhirnya akan memfasilitasi perdamaian Palestina-Israel,” katanya.
“Saya ingin pergi ke sana dengan seluruh kekuatan saya, tetapi kadang-kadang melakukan perjalanan panjang membutuhkan langkah-langkah kecil,” lanjutnya.
Mengenai kesediaan Riyadh mengizinkan pesawat Israel melintas di zona udara Saudi, dia mengatakan, “Ada tanda-tanda perubahan dan saya akan mencoba memajukannya bersama dengan tujuan saya yang lain.”
Seperti diketahui, Netanyahu menandatangani perjanjian normalisasi hubungan dengan Menteri Luar Negeri Emirat Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan dan Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif Al Zayani dalam upacara resmi yang diselenggarakan di Gedung Putih di masa kepresidenan AS Donald Trump pada September 2020.
Kesepakatan normalisasi, yang kemudian diikuti oleh Sudan dan Maroko, itu memicu kecaman luas dari Palestina serta negara-negara dan pembela hak asasi manusia di seluruh dunia, terutama di dunia Muslim.
Orang-orang Palestina mengutuk kesepakatan itu dan menyebutnya sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan mereka melawan Israel yang telah berjalan puluhan tahun. (*)
Sumber: Liputan Islam