SINTESANEWS.ID – Program pendidikan gratis yang dikampanyekan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) mendapat sorotan tajam dari DPRD. Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Nurhadi Saputra, menilai kurangnya sosialisasi dan kejelasan teknis membuat masyarakat bingung, bahkan berisiko menciptakan ekspektasi yang keliru.
Hingga kini, menurut Nurhadi, belum ada penjelasan resmi dan rinci dari Pemprov terkait sasaran, skema pembiayaan, sistem pendaftaran, maupun kriteria penerima manfaat program yang dikenal dengan sebutan Gratispol.
“Pertanyaan di lapangan masih banyak. Apakah ini benar-benar gratis untuk semua mahasiswa, atau hanya untuk keluarga tidak mampu? Bahkan kami di DPRD belum mendapat penjelasan teknis yang jelas,” ujar Nurhadi, Rabu (11/6/2025).
Nurhadi menyebut, keterbatasan informasi ini menyulitkan anggota dewan dalam memberikan penjelasan kepada masyarakat yang mempertanyakan teknis pelaksanaan program.
Ia juga menyoroti ketidakjelasan terminologi dalam program tersebut. Menurutnya, istilah “pendidikan gratis” cenderung menimbulkan persepsi bahwa semua warga berhak mendapatkan pembiayaan penuh, tanpa seleksi. Padahal, jika skemanya merupakan beasiswa, maka seharusnya ada kriteria khusus seperti prestasi atau kondisi ekonomi.
“Kalau itu beasiswa, maka logikanya ada seleksi dan kriteria. Tapi kalau disebut ‘gratis’, publik bisa mengira tidak ada batasan. Ini yang berbahaya kalau tidak diluruskan,” tegasnya.
Nurhadi mendesak Pemprov Kaltim untuk segera melakukan sosialisasi terbuka dan menyeluruh bukan hanya kepada masyarakat, tetapi juga ke DPRD sebagai mitra dalam pengawasan dan legislasi.
Ia menekankan bahwa kejelasan dan transparansi sejak awal akan mencegah potensi polemik yang merugikan kredibilitas program maupun pemerintah.
“Jangan sampai niat baik justru menciptakan kekecewaan publik karena program tidak siap diimplementasikan,” ujarnya.
Menurut Nurhadi, program sebaik apapun tidak akan berhasil tanpa komunikasi yang efektif.
Ia mengingatkan bahwa program unggulan, apalagi yang dikaitkan dengan janji politik.
“Justru bisa menjadi bumerang bila tidak didukung dengan kesiapan teknis dan dasar hukum yang kuat,” pungkasnya. (Adv)