SINTESANEWS.ID – Komisi II DPRD Kalimantan Timur menyoroti potensi tumpang tindih antara program Koperasi Merah Putih dan BUMDes yang telah lebih dulu berjalan di sejumlah desa. Legislator menekankan pentingnya sinergi agar tidak terjadi persaingan usaha di tingkat lokal yang justru melemahkan ekonomi desa.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Firnandi Ikhsan, menilai koperasi seharusnya hadir sebagai pelengkap ekosistem ekonomi desa, bukan sebagai pesaing langsung BUMDes atau kelompok usaha lokal.
“Koperasi ini jangan sampai malah menggerus usaha yang sudah dibangun desa sendiri. Kita ingin model kolaboratif, bukan kompetisi,” kata Firnandi, Selasa (3/6/2025).
Ia menekankan bahwa koperasi sebaiknya diarahkan ke sektor pendukung seperti simpan pinjam, logistik, atau pengadaan kebutuhan pokok yang belum digarap BUMDes. Pendekatan ini dinilai lebih strategis untuk menciptakan diversifikasi ekonomi di desa.
Program Koperasi Merah Putih sendiri digagas pemerintah sebagai bagian dari penguatan ekonomi desa, dengan alokasi pembiayaan hingga Rp3 miliar per desa dalam bentuk pinjaman bergulir. Hal ini menurut Firnandi, menuntut akuntabilitas tinggi dari pengelola koperasi.
“Ini bukan hibah, tapi pinjaman yang harus dikelola profesional. Kalau salah urus, bisa jadi beban jangka panjang bagi desa,” ujarnya.
Dari hasil kunjungan kerja ke Kutai Barat dan Mahakam Ulu, Komisi II menemukan sebagian program berjalan baik, namun masih membutuhkan pembinaan berkelanjutan agar tidak menyimpang dari tujuan awal. Firnandi menilai pentingnya pengawasan ketat terhadap pengelolaan dana publik.
Koperasi Merah Putih dirancang untuk menyasar sektor-sektor strategis desa seperti layanan dasar, pengembangan UMKM, hingga distribusi barang. Sementara BUMDes difokuskan pada pengelolaan potensi lokal seperti wisata, pertanian, atau energi terbarukan.
“Kami ingin koperasi dan BUMDes tumbuh bersama. Jangan sampai malah saling menjatuhkan. Sinergi dan pemetaan peran harus jelas sejak awal,” tutupnya.(Adv)