SINTESANEWS.ID- Komisi IV DPRD Kalimantan Timur melakukan peninjauan langsung ke kawasan Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) yang mengalami kerusakan akibat dugaan aktivitas tambang ilegal, Rabu (16/4/2025).
Tinjauan itu menyusul kekhawatiran terhadap kondisi kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) yang menjadi lokasi konservasi dan penelitian.
Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, H Baba, mengatakan bahwa hasil peninjauan akan segera ditindaklanjuti melalui rapat gabungan lintas komisi dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
“Setelah ini kami akan inisiasi rapat gabungan. Situasi ini serius, kawasan hutan penelitian rusak akibat aktivitas yang diduga tambang ilegal,” tegas Baba usai peninjauan.
Dari hasil pengamatan di lapangan, kerusakan terlihat cukup parah, dengan bekas galian dan pembukaan lahan yang menyentuh kawasan inti hutan penelitian. Baba menegaskan perlunya tindakan tegas terhadap para pelaku, dan mendorong penegakan hukum atas perambahan yang terjadi.
Rustam, Kepala Laboratorium KRUS KHDTK, mengungkapkan bahwa aktivitas tambang ilegal di kawasan tersebut bukan kali pertama terjadi. Pada 2016, pengerukan sempat terjadi di lokasi yang berdekatan dan menyebabkan longsor, namun laporan awalnya tak mendapat respons berarti dari pihak berwenang.
“Tahun 2016 sudah ada indikasi awal. Kami laporkan, tapi tidak ditindaklanjuti. Sekarang, kerusakannya makin parah,” ujarnya.
Kondisi ini juga berdampak terhadap aktivitas mahasiswa yang biasa melakukan penelitian di kawasan KRUS. Salah satu mahasiswa, Daniel, mengaku mendapat intimidasi dari pihak tak dikenal usai melakukan siaran langsung di media sosial terkait kondisi kerusakan.
“Ada yang mengirim pesan pribadi setelah saya live, isinya menyuruh saya diam dan tidak bicara keras soal ini,” jelasnya.
Terpisah, Dekan Fakultas Kehutanan Unmul, Irawan, mengonfirmasi bahwa pihaknya tengah membentuk tim evaluasi ekonomi lingkungan untuk menghitung dampak kerusakan secara ilmiah.
Tim tersebut melibatkan sejumlah dosen dan peneliti yang akan menghimpun data tentang kehilangan vegetasi, potensi kerugian ekologis, hingga nilai ekonomi dari kerusakan.
“Tim masih bekerja. Data ini penting sebagai bukti konkret untuk menuntut pertanggungjawaban,” jelas Irawan.
Ia berharap peristiwa ini menjadi pengingat bagi pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan perhatian serius terhadap keberadaan kawasan KHDTK, tidak hanya di Kaltim, tetapi juga di seluruh Indonesia.
“KRUS ini bukan sekadar hutan biasa, tapi laboratorium alam yang harus dijaga. Jangan sampai hancur karena pembiaran,” pungkasnya. (Adv)