SINTESANEWS.ID – Suasana penuh harap menghiasi ruang Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Kutai Kartanegara (Kukar), Selasa (22/7/2025), saat ratusan tenaga honorer hadir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP). Mereka bukan sekadar tamu rapat, tetapi suara-suara pengabdian yang selama bertahun-tahun membangun pelayanan publik dari balik meja dan ruang kelas, kini menanti kejelasan nasib setelah dinyatakan lulus seleksi PPPK.
Sebanyak 481 tenaga honorer tersebut telah dinyatakan lulus seleksi, namun hingga kini belum memiliki status penempatan yang pasti. Mereka belum mendapatkan Surat Keputusan (SK) maupun formasi yang sesuai, menyebabkan mereka berada dalam kondisi tanpa kepastian.
Ketua DPRD Kukar, Ahmad Yani, yang memimpin langsung rapat tersebut, menyampaikan empati dan komitmen kuat lembaganya untuk memperjuangkan kejelasan nasib para tenaga honorer ini.
“Persoalan ini sebenarnya sudah cukup jelas. Baik Bupati, Sekda, maupun Kepala BKPSDM, semuanya sudah melakukan konsultasi. Fokus kita saat ini adalah menyelesaikan masalah 481 tenaga honorer yang belum mendapatkan penempatan,” tegasnya saat diwawancarai usai RDP.
Ahmad Yani menjelaskan bahwa salah satu solusi yang sedang diformulasikan adalah pengangkatan mereka sebagai tenaga paruh waktu terlebih dahulu, sambil menunggu penyelesaian administratif dan penetapan kategori kepegawaian secara nasional.
Namun, Ketua DPRD Kukar ini menolak apabila status “paruh waktu” hanya menjadi label tanpa makna. Menurutnya, para tenaga honorer tetap harus diberi ruang untuk bekerja secara penuh dan dihargai sebagaimana mestinya.
“Setahun ke depan, target kita, mereka tetap bekerja penuh, walaupun statusnya masih non-ASN. Kami tidak ingin ada yang diberhentikan hanya karena belum ada SK formal,” ujarnya dengan nada tegas namun penuh empati.
Yani juga menyoroti ketidakadilan yang dirasakan para tenaga honorer senior. Banyak di antara mereka telah mengabdi selama belasan bahkan lebih dari dua dekade, namun kini harus bersaing dengan peserta baru yang belum memiliki pengalaman berarti.
“Ironis kalau mereka yang punya loyalitas dan pengalaman justru kalah oleh sistem seleksi yang tidak mempertimbangkan masa pengabdian. Ini harus menjadi perhatian serius,” tuturnya.
Tak hanya memperjuangkan kejelasan status, DPRD Kukar juga menolak rencana pemindahan para honorer ke wilayah kerja yang jauh dari tempat pengabdian mereka selama ini. Bagi DPRD, kepastian bukan hanya soal status, tapi juga keberlanjutan pelayanan di tempat mereka telah bekerja dengan sepenuh hati.
“Kalau sampai mereka dikirim ke daerah yang jauh dan asing, itu bukan solusi. Itu justru membebani mereka. Kami ingin mereka tetap di tempat kerja yang selama ini mereka jalani,” kata Yani.
Komitmen DPRD Kukar tak berhenti di ruang rapat. Mereka berjanji akan terus mengawal masalah ini hingga ke tingkat pusat. Ahmad Yani memastikan pihaknya siap berkomunikasi langsung dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) demi mendorong percepatan terbitnya SK bagi para honorer yang sudah lulus tersebut.
“Kami ingin ada kejelasan. Jangan dibiarkan terlalu lama. Mereka sudah lulus, berarti mereka sudah memenuhi syarat. Tinggal soal administrasi dan kategorinya yang perlu segera diselesaikan,” ujarnya.
Dalam hal anggaran, DPRD Kukar pun telah mengambil sikap. Mereka memastikan akan mendorong pengalokasian dana untuk mendukung kelangsungan kerja dan penghidupan 481 tenaga honorer, baik dalam APBD Perubahan 2025 maupun APBD Murni 2026.
“Kita akan pastikan kebutuhan mereka masuk dalam APBD. Mereka harus digaji secara layak, walaupun statusnya belum ASN,” ujar Yani.
Langkah-langkah konkret ini menegaskan bahwa DPRD Kukar bukan sekadar institusi legislatif, melainkan rumah bagi harapan-harapan masyarakat yang selama ini terpinggirkan. Kepedulian mereka terhadap tenaga honorer mencerminkan nilai-nilai keadilan dan keberpihakan yang hidup dalam demokrasi lokal.
Bagi para tenaga honorer, dukungan DPRD Kukar adalah titik terang di tengah jalan panjang perjuangan. Mereka tak lagi merasa sendiri. Kini, ada wakil rakyat yang berdiri bersama mereka, menjaga, mengawal, dan memperjuangkan hak yang telah lama ditunggu. (Adv/fi)