SINTESANEWS.ID – Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Jahidin, menyoroti praktik PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang memanfaatkan jalan nasional Poros Sangatta–Bengalon untuk operasional hauling batubaranya tanpa izin resmi.
Menurutnya, hal ini merupakan penyimpangan nyata yang berpotensi merugikan publik.
Jalan Poros Sangatta–Bengalon merupakan akses vital yang menghubungkan berbagai wilayah strategis di Kaltim, termasuk Berau, Sangatta, dan Samarinda.
Namun, sejak lebih dari setahun terakhir, jalan ini dipakai sebagai lintasan truk tambang KPC tanpa adanya kejelasan penggantian jalur alternatif yang seharusnya disediakan perusahaan.
Meski KPC mengklaim sudah mengantongi rekomendasi dari sejumlah instansi terkait, DPRD Kaltim menegaskan bahwa rekomendasi bukanlah izin resmi yang memberi hak legal penggunaan fasilitas publik tersebut.
“Rekomendasi bukanlah izin. Itu hanya bagian dari syarat administrasi menuju izin. Tanpa izin sah, penggunaan fasilitas publik seperti ini melanggar hukum,” ujar Jahidin dalam rapat dengar pendapat bersama perwakilan KPC, Jumat (23/5/2025).
Jahidin mengungkapkan, penggunaan jalan nasional tanpa izin itu berdampak langsung terhadap kelancaran arus lalu lintas masyarakat.
Setiap kali truk tambang KPC menyeberang, kendaraan umum harus berhenti total atas perintah petugas keamanan perusahaan, menyebabkan antrean panjang hingga 20 menit.
“Ini sangat mengganggu masyarakat yang setiap hari menggunakan jalan ini. Infrastruktur negara tidak boleh dipakai seenaknya untuk keuntungan komersial,” tegasnya.
DPRD Kaltim juga menyoroti kurangnya transparansi dari KPC terkait rencana pembangunan jalur pengganti yang dijanjikan sebagai solusi agar aktivitas tambang tidak mengganggu lalu lintas umum.
“Kami mendesak perusahaan untuk segera menyelesaikan pembangunan jalur alternatif agar tidak terus mengorbankan kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan lain,” kata Jahidin.
Selain itu, DPRD mengingatkan bahwa penggunaan fasilitas umum tanpa izin bisa menimbulkan risiko kerusakan infrastruktur yang merugikan pemerintah daerah dan masyarakat luas.
“Jalan nasional bukan milik perusahaan, tapi milik negara dan harus dijaga kelestariannya untuk kepentingan seluruh warga,” ujarnya.
KPC dalam rapat tersebut menyampaikan bahwa mereka tengah mengupayakan proses perizinan dan pembangunan jalur pengganti, namun belum bisa memastikan waktu selesainya proyek tersebut.
“Namun kami berharap bisa segera menyelesaikan agar gangguan lalu lintas bisa diminimalisir,” kata perwakilan KPC.
DPRD Kaltim akan terus mengawal kasus ini dan meminta aparat penegak hukum untuk menindak tegas jika ada pelanggaran yang merugikan kepentingan publik.
“Kami tidak akan membiarkan penyalahgunaan fasilitas umum demi kepentingan komersial yang merugikan masyarakat banyak,” pungkas Jahidin.
Masyarakat pengguna jalan diharapkan dapat mengawasi dan melaporkan jika terjadi penyimpangan agar hak-hak mereka sebagai pengguna jalan terlindungi.(Adv)