SINTESANEWS.ID – Upaya menciptakan keadilan bagi masyarakat terus diupayakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Kartanegara (Kukar). Kali ini, langkah konkret itu diwujudkan melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi I DPRD Kukar pada Selasa (8/7/2025), menyikapi sengketa lahan antara warga Kecamatan Loa Kulu dan PT Multi Harapan Utama (MHU), perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di wilayah tersebut.
Permasalahan lahan ini mencuat setelah masyarakat mengadukan dugaan penyerobotan atas lahan yang menurut mereka belum pernah dibebaskan.
Sebaliknya, pihak perusahaan mengklaim bahwa lahan tersebut telah masuk dalam area yang sudah mereka bebaskan secara resmi.
Kondisi ini menimbulkan tumpang tindih pengakuan, yang berpotensi berkepanjangan jika tidak segera ditangani secara objektif.
Anggota Komisi I DPRD Kukar, Desman Minang Endianto, menjelaskan bahwa dalam forum RDP telah dilakukan diskusi intens dengan melibatkan semua pihak terkait.
“Lahan yang dimaksud warga juga telah diklaim sebagai lahan yang sudah dibebaskan oleh perusahaan. Karena itu, kami cari titik tengah dengan cara yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum,” ujarnya.
Sebagai bentuk tanggung jawab terhadap pengaduan masyarakat, Komisi I DPRD Kukar merekomendasikan agar Dinas Pertanahan dan Penataan Ruang (DPPR) Kukar segera melakukan kajian atau uji dokumen atas lahan yang disengketakan.
Proses ini dinilai sebagai langkah awal yang penting untuk memastikan legalitas dan keabsahan klaim dari masing-masing pihak.
“DPPR akan kita beri waktu sampai Rabu depan untuk menindaklanjuti ini. Setelah itu baru kita lihat hasil kajiannya dan mengambil langkah selanjutnya,” jelas Desman, yang juga berasal dari Fraksi PKB.
Ia menegaskan bahwa langkah ini bertujuan agar persoalan tidak berlarut dan tetap berada dalam koridor penyelesaian yang adil dan terbuka.
Desman juga mengungkapkan bahwa tidak dibentuk tim khusus dalam penanganan awal ini, namun pelaksanaan uji dokumen akan dilakukan langsung oleh pihak Dinas Pertanahan dan Penataan Ruang (DPPR) sebagai bentuk kerja teknis yang difokuskan pada kajian terhadap data lahan yang ada.
“Jadi bukan tim resmi DPRD, tetapi kerja teknis dari instansi terkait,” tambahnya.
Sengketa ini menjadi sangat sensitif karena menyangkut hak atas tanah yang diklaim warga sebagai bagian dari warisan atau hak kelola, namun di sisi lain, perusahaan merasa telah menyelesaikan kewajiban pembebasan lahannya.
“Kita belum bisa menentukan siapa yang benar atau salah. Keduanya menyatakan punya dokumen sah. Karena itu kita serahkan ke DPPR untuk menguji objektivitas dokumen tersebut,” terang Desman.
Menurutnya, upaya penyelesaian ini bukan sekadar untuk menyelesaikan konflik lahan semata, tapi juga menciptakan rasa keadilan di tengah masyarakat yang selama ini merasa suaranya tidak terdengar.
“Harapan kami tentu agar masalah ini selesai dengan baik, semua pihak puas, dan ke depan tidak menimbulkan ketegangan sosial,” tuturnya.
Komitmen DPRD Kukar dalam memfasilitasi penyelesaian konflik ini mendapat apresiasi dari masyarakat yang hadir.
Mereka berharap proses kajian oleh DPPR dapat segera memberikan kepastian, agar aktivitas ekonomi dan sosial warga tidak terusik oleh sengketa yang berkepanjangan.
“DPPR menyatakan sanggup menyelesaikan dalam tiga hari, tapi kami beri waktu satu minggu agar lebih matang dan tidak terburu-buru. Kita tunggu hasilnya pekan depan, insyaallah semua bisa terjawab,” tutup Desman. (Adv/fi)