Oleh: Mukmin*
Islam memberikan predikat yang tinggi dalam ibadah kurban. Ulama-ulama terdahulu mengategorikannya sebagai salah satu ibadah yang paling agung. Karena ibadah kurban adalah representasi dari nilai kepatuhan, keikhlasan, serta pengorbanan seorang hamba kepada Allah Swt.
Seorang hamba dengan ikhlas mengeluarkan sebagian hartanya untuk membeli hewan kurban, kemudian menyembelihnya seraya bertakbir dan mengagungkan kebesaran Allah Swt.
Lalu, ia membagikan dan bersedekah dengan daging hewan kurban tersebut kepada fakir miskin, serta memberikan hadiah kepada saudara dan tetangganya untuk mempererat ikatan silaturrahmi antar-sesama.
Allah Swt menyebut salat dan menyembelih hewan kurban sebagai ibadah yang menjadi pembeda antara yang haqq dan bathil, antara iman dan kekufuran, serta antara tauhid dan kemusyrikan.
Allah Swt berfirman:
قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ لَا شَرِيْكَ لَهٗ ۚوَبِذٰلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Itulah yang diperintahkan kepadaku. Aku adalah orang yang pertama dalam kelompok orang muslim.” (QS. Al-An’am 162-163).
Beberapa ahli tafsir menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan tentang keharusan manusia untuk mengabdi hanya kepada Allah, baik dalam bentuk ibadah ritual ataupun lainnya, semenjak hidup sampai mati.
Selanjutnya timbul pertanyaan, apa sebetulnya tujuan dan hikmah dari ibadah kurban? Terdapat beberapa hikmah disyariatkannya ibadah kurban menurut penjelasan para ulama.
Yang pertama, untuk menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim AS. Karena syariat menyembelih hewan kurban pertama kali diwajibkan kepada beliau. Ketika itu, selama beberapa hari Nabi Ibrahim bermimpi menyembelih putra satu-satunya, yaitu Isma’il AS. Nabi Ibrahim memaknainya sebagai perintah Allah Swt untuk menyembelih putranya tersebut.
Tentu sebagai ayah, ada rasa sedih yang harus ditahan untuk bisa mentaati perintah yang sangat berat itu. Tapi, dengan penuh keikhlasan, Nabi Ibrahim memantapkan hati untuk melaksanakannya.
Nabi Ibrahim kemudian bertanya kepada putranya, untuk melihat apakah ia juga mempunyai keikhlasan yang sama untuk taat kepada Allah Swt. Ternyata, Isma’il juga sangat siap.
Maka Ibrahim bersiap menyembelihnya dan merebahkannya. Saat itulah Allah Swt menggantikannya dengan sembelihan yang besar. Kisah ini Allah SWT tuturkan dalam Surat ash-Shaffat ayat 103-110.
Hikmah yang kedua, ibadah kurban menjadi sarana untuk bersedekah dan mempererat tali silaturrahmi. Rasulullah Saw mengajarkan agar daging hewan kurban dibagi-bagikan kepada fakir miskin, tetangga, dan sanak saudara. Hal ini dapat menumbuhkan rasa kebersamaan, rasa kasih sayang terhadap sesame, serta memuliakan kerabat dan tetangga kita.
Hikmah yang ketiga, ibadah kurban merupakan bentuk kesyukuran kepada Allah Swt atas berbagai kenikmatan yang senantiasa dilimpahkan-Nya kepada kita. Oleh karena itu, kurban disyariatkan kepada mereka yang Allah Swt lapangkan rezekinya dan mempunyai kemampuan.
Nikmat Allah Swt yang begitu banyak sudah selayaknya disyukuri, di antaranya dengan mengeluarkan sebagian harta untuk membeli hewan kurban dan membagikan dagingnya kepada fakir miskin.
Sebagai seorang hamba, semoga kita semuanya bisa totalitas tunduk dalam ketaatan, senantiasa mempertebal keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.
Akhirnya, semoga Allah Swt meluaskan rezeki kita dan mudahkan kita untuk bisa berkurban pada tahun ini. Semoga Allah Swt juga menganugrahkan keikhlasan dalam ibadah kurban kita, agar diterima dan mendapatkan ridha dari Allah Swt. Amin ya rabbal ‘alamin. (*Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Kutai Kartanegara)