SINTESANEWS.ID – Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) di sektor pertambangan bukanlah sekadar formalitas administrasi dalam laporan perusahaan. Lebih dari itu, PPM merupakan wujud keadilan sosial bagi masyarakat yang hidup berdampingan dengan aktivitas industri ekstraktif.
Regulasi nasional seperti UU Minerba, UU Perseroan Terbatas, hingga Permen ESDM No. 41/2016 telah mengatur tanggung jawab perusahaan untuk merencanakan, mendanai, melaksanakan, hingga mengevaluasi program PPM secara berkelanjutan, bahkan dengan ancaman sanksi bagi yang mengabaikan.
Namun hingga kini, tidak ada ketentuan yang menetapkan berapa besaran dana PPM/CSR yang harus dialokasikan. Kewajiban pendanaan hanya disebut harus memadai dan berkesinambungan, tanpa angka pasti. Fleksibilitas ini seringkali membuat anggaran PPM terjebak pada program jangka pendek yang tidak menyentuh akar kemandirian masyarakat.
Blueprint PPM Minerba Kalimantan Timur 2025–2029: Momentum Transformasi

Saat ini, Dinas ESDM Provinsi Kalimantan Timur tengah menyusun Blueprint PPM Minerba 2025–2029. Sebagai wilayah produsen batu bara terbesar di Indonesia yang sekaligus menghadapi ancaman ketergantungan ekonomi pascatambang, penyusunan blueprint ini menjadi kesempatan memperbaiki arah PPM Kaltim menuju dampak sosial yang nyata dan berkelanjutan. Prinsip utamanya harus jelas “Dampak menjadi landasan utama. Anggaran mengikuti dampak”. Bukan sebaliknya.
Empat Strategi Utama dalam Blueprint PPM Kaltim
Dalam pandangan saya, ada empat hal sebagai strategi utama dalam rangka menggenapi penyusunan blueprint PPM Kaltim Tahun 2025-2029 yang harus dilakukan, yaitu:
Anggaran Berbasis Dampak (Impact-Based Budgeting)
Semakin besar dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi yang ditimbulkan, maka semakin besar porsi anggaran PPM yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Inilah yang disebut dengan istilah penerapan keadilan distributif: mereka yang paling terdampak wajib menerima manfaat lebih besar.
Fokus pada Pendidikan & Ekonomi Alternatif
Kemandirian pascatambang hanya dapat terwujud melalui pembangunan kompetensi tenaga kerja lokal, penguatan UMKM dan ekonomi non-tambang, pendampingan hingga ekosistem ekonomi lokal mapan, dan Program harus multi-year, bukan pelatihan sekali lalu selesai, tetapi harus berkelanjutan hingga masyarakat mendapatkan kemandirian.
Prioritas Wilayah Lingkar Tambang

Perusahaan harus memprioritaskan wilayah yang paling terdampak secara langsung oleh aktivitas operasionalnya (ring 1), dibandingkan dengan wilayah penyangga ekonomi (ring 2) maupun wilayah yang lebih luas (ring 3 dan seterusnya).
Pendekatan ini penting untuk meminimalkan potensi intervensi kepentingan politik dalam penentuan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat yang berada pada wilayah terdampak langsung tidak hanya merasakan dampak negatif dari keberadaan perusahaan, tetapi juga memperoleh manfaat dan dampak positif yang nyata.
Integrasi Program Multi-Year & Evaluasi Terukur
Blueprint PPM Kaltim harus memuat indikator outcome yang terukur, target tahunan yang konsisten, serta mekanisme monitoring dan evaluasi berbasis bukti (evidence-based governance). Dengan demikian, pelaksanaan PPM perusahaan di Kaltim tidak boleh hanya menjadi proyek yang berganti tema setiap kali terjadi pergantian manajemen, melainkan harus dijalankan secara berkelanjutan hingga mencapai tujuan utama dari PPM, yaitu terwujudnya kemandirian masyarakat.
Menjembatani Regulasi dan Praktik
Meskipun pemerintah tidak dapat mengatur persentase anggaran secara kaku, pemerintah tetap memiliki kewenangan untuk mengendalikan kualitas pelaksanaannya. Hal tersebut dilakukan melalui pengendalian dokumen perencanaan, persetujuan serta evaluasi program, pengukuran relevansi alokasi anggaran terhadap besaran dampak pertambangan, dan pemantauan efektivitas jangka panjang. Oleh karena itu, indikator proporsionalitas berbasis dampak harus menjadi instrumen utama dalam Blueprint PPM Minerba Kaltim.
Penutup: PPM sebagai Investasi Sosial Pasca Tambang
Masyarakat lingkar tambang berhak memperoleh manfaat yang layak dan terencana. Blueprint PPM Minerba Kaltim 2025–2029 merupakan tonggak penting untuk memastikan: Pertama,PPM bergeser dari kewajiban administratif menjadi investasi sosial jangka Panjang dan; Kedua, Pemberdayaan ekonomi tetap berjalan meski tambang berhenti beroperasi
Pada akhirnya, ukuran keberhasilan industri pertambangan tidak lagi semata-mata pada banyaknya tonase batu bara yang diangkut melainkan pada kualitas kehidupan masyarakat setelah industri tambang mengakhiri operasinya. Itulah warisan terbaik yang dapat dihadirkan sektor minerba untuk Kalimantan Timur.
Oleh: Martain, Dosen Administrasi Publik, Fisipol – Universitas Kutai Kartanegara.
(Artikel ini ditulis sebagai bentuk kontribusi pemikiran dalam rangka penyusunan Blueprint PPM Minerba 2025–2029 di Provinsi Kalimantan Timur).
































