Kukar, sintesa news.id – Yayasan Abu Dzar Al-Ghifari Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dan umat Islam Tenggarong mengadakan aksi damai pada Selasa (26/4/2022) sore.
Aksi damai yang dilaksanakan di Bundaran Jembatan Bongkok, Kelurahan Melayu, Kecamatan Tenggarong tersebut diikuti oleh puluhan peserta.
Sejumlah personel Polres Kukar pun mengawal aksi yang memperingati Hari Al Quds Internasional 2022 tersebut.
Dalam orasinya, Ketua Yayasan Abu Dzar Al-Ghifari Kukar Haidir menyampaikan penentangannya terhadap penjajahan dan pendudukan Zionis Israel terhadap tanah Palestina.
Kata dia, penjajahan dan genosida selama puluhan tahun yang dilakukan rezim Zionis telah mengakibatkan kesengsaraan terhadap bangsa Palestina.
Karena itu, sebagai negara yang menentang penjajahan, sambung Haidir, pemerintah Indonesia dari masa ke masa tetap berkomitmen menyuarakan kemerdekaan Palestina.
Ia menegaskan, peringatan Hari Al-Quds Internasional digiring oleh kelompok tertentu sebagai gerakan yang hanya diusung satu mazhab Islam.
“Padahal esensinya adalah penentangan terhadap penjajahan yang dilakukan Zionis terhadap Palestina. Ini merupakan aspirasi kemanusiaan yang tidak hanya terikat pada mazhab tertentu,” tegasnya.
Sementara itu, dalam orasinya, Pembina Yayasan Abu Dzar Al-Ghifari Kukar, Sayid Thoriq Assegaff mengatakan, peringatan Hari Al-Quds Internasional merupakan gerakan dunia yang semakin besar dari tahun ke tahun.
Peringatan Hari Al-Quds bertujuan menghidupkan nalar dan kesadaran kemanusiaan umat manusia untuk menentang penjajahan Israel terhadap bangsa Palestina.
Sayid Thoriq menjelaskan, dalam Alquran, tidak ada penentangan paling tinggi selain penolakan pada kezaliman, penindasan, dan perlakuan buruk terhadap sesama umat manusia.
Bulan Ramadan, lanjut dia, seharusnya membuat umat Islam tidak hanya sibuk dengan amalan-amalan yang hanya menumbuhkan ketakwaan spiritual vertikal kepada Allah Swt.
Namun, Ramadan juga disertai dengan kewajiban berpuasa, yang bertujuan menanamkan empati terhadap rasa lapar yang dirasakan umat Islam dari berbagai belahan dunia.
“Puasa juga menyuburkan ketakwaan dan kepekaan nurani kita terhadap penderitaan yang dirasakan umat manusia secara umum dan umat Islam secara khusus,” jelasnya.
Dia mengatakan, penentangan terhadap kezaliman merupakan beban syariat bagi setiap pribadi muslim. Setiap diri tidak boleh berdiam diri melihat sebentuk kezaliman yang dilakukan kekuatan-kekuatan arogan global.
Penguasa-penguasa dunia saat ini, lanjut Sayid Thoriq, merupakan mereka yang memiliki rekam jejak kebrutalan dan penentangan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Mereka juga memenuhi dunia dengan eksploitasi dan pemerasan kepada bangsa-bangsa yang berasal dari dunia ketiga.
Sejak perang dunia kedua, Sukarno mendorong konferensi negara-negara Asia dan Afrika yang kemudian diikuti dengan kemerdekaan puluhan negara dari dua benua tersebut.
Karena itu, spirit bangsa Indonesia sebagai bangsa terjajah tidak hanya bersifat teoritis. Namun, bangsa ini telah merasakan secara langsung kepahitan penjajahan selama berabad-abad.
“Ini menjadikan bangsa kita memiliki empati dan pengetahuan yang bersifat aktual. Kita adalah bangsa yang pernah merasakan penjajahan,” jelasnya.
Hal ini pula yang mendorong Indonesia memiliki kemampuan menyusun UUD 1945 yang mencakup nilai-nilai kemanusiaan yang sangat universal.
“Satu hal yang menjadikan kita setelah mengenyam kemerdekaan bahwa kita berupaya menyebarkan kemerdekaan kepada bangsa-bangsa terjajah di dunia,” katanya.
Sejumlah pihak berupaya mendorong normalisasi hubungan antara Indonesia dan Israel. Usaha ini harus ditolak oleh seluruh anak bangsa Indonesia.
“Untuk itu, bendera negara haram Zionis itu tidak boleh memiliki tempat untuk berkibar di tanah dan udara bangsa kita selamanya,” pungkas Sayid Thoriq. (*)