Oleh: Mentimoen*
Presiden AS Joe Biden gagal menggalang kerja sama dengan Eropa untuk menghantam Rusia lebih berat. Ukraina dan Rusia memulai kebijakan menahan diri untuk memberi kesempatan diplomasi berjalan.
Biden bukan hanya gagal menggalang persatuan NATO dan G7, tetapi juga membuat kekhilafan (blunder) besar ketika dia menyatakan Presiden Rusia Vladimir Putin harus dilengserkan.
Presiden Biden dan State Department berusaha meningkatkan intensitas perang di Ukraina. Negara-negara NATO juga terpecah soal apakah mereka perlu berunding dengan Putin. Jerman dan Perancis berpendapat harus terus berhubungan dengan Putin.
Sikap Inggris dan negara-negara Anglo-Saxon lain memang ekstrem, bertujuan melumatkan Rusia. Kalau Eropa Timur, mereka takut cita-cita mereka untuk menjadi kaya seperti Eropa Barat terhambat karena Rusia. Jerman dan Perancis negara besar kontinental. Mereka melihat hubungan dengan Rusia penting.
Sikap Rusia juga ada dua sisi berbeda. Para diplomat dan pejabat sipil melihat konflik Ukraina lebih luas dan mencoba menggunakan diplomasi sebagai bagian dari strategi.
Di sisi lain, Pimpinan Chenchen, Kadyrov, mengharap perundingan gagal. Dia ingin dikirim menggempur Kiev. Sebelum negosiasi, pihak Rusia melonggarkan kepungan di Kiev dan Chernigov.
Kita belum tahu apakah ini hasil lobi dari Abramovich. Tetapi pengunduran dari Kiev ini membuat kondisi perundingan lebih mulus. Medinsky menyatakan, penurunan konflik akan dilakukan dengan menurunkan aktivitas militer di Kiev dan Chernigov. Dalam ruang politik, pertemuan antara Putin dan Zelensky dimungkinkan jika perundingan-perundingan menghasilkan titik temu.
Pihak Ukraina berjanji: Ukraina akan selamanya netral, non-blok, non-nuklir, serta Ukraina perlu jaminan keamanan. Jaminan itu tidak berlaku untuk Crimea dan Donbass. Ini pertanda Ukraina akan melepas kedua wilayah tersebut.
Ukraina juga berjanji tidak akan mengikuti aliansi militer, tidak menjadi pangkalan militer negara lain, tidak ikut latihan militer tanpa persetujuan negara penjamin dan Rusia. Sebaliknya, Rusia tidak keberatan Ukraina menjadi anggota EU—EU tidak bersifat militer.
Setelah perundingan, nilai rubel Rusia menguat menjadi 83 rubel/USD, hampir mencapai tingkat sebelum Rusia masuk ke Ukraina. Harga minyak juga turun. Dunia menuju ke arah normal lagi.
Hasil perundingan positif ini juga memungkinkan berhasil setelah Biden gagal di Eropa. Dengan melihat Amerika semakin lemah pengaruhnya, Zelensky dan kawan-kawannya juga mulai menjauhkan diri dari AS.
Tadinya, perundingan selalu gagal karena tangan-tangan Amerika bekerja di belakang membuat sikap Ukraina keras.
Perhatikan bahwa Rusia tidak memberikan konsesi apa pun untuk Ukraina bagian timur. Aktivitas militer yang dilonggarkan ada di Kiev dan Chernigov. Operasi militer di timur terus berlangsung, karena itulah tempat tujuan Rusia sebenarnya.
Perkembangan terakhir konflik Ukraina merupakan kemenangan bagi Putin dalam menghadapi Biden. Di saat terakhir ini, Amerika tidak lagi banyak berkomentar, seperti sudah terlepas dari realitas di sana. Turki lebih berperan.
Eropa lebih pusing dengan deadline bayar gas memakai rubel. Kepercayaan warga Amerika pada Biden mencapai titik nadir. Hanya 40%. Untuk urusan dengan Rusia, 7 dari 10 warga AS tidak percaya pada kemampuan Biden melakukan hal itu. Biden kalah judi di Ukraina. Putin senyum-senyum saja menikmatinya sambil meminum vodka.
Rusia mundur dari Kiev, kemudian dialihkan ke Donbass. Ini sebenarnya langkah pintar. Rusia terlihat seperti memberikan konsesi dengan memundurkan pasukan, padahal itu bukan tempat yang diinginkannya sejak semula. Jika sejak semula pasukan Rusia masuk Donbass saja, maka konsentrasi pasukan Ukraina akan turun menghadapi Rusia di sana. Sukar bagi Rusia untuk memberikan konsesi waktu negosiasi jika mereka hanya di Donbass. Kiev itu seperti kartu yang diancam diambil untuk kemudian dibuang.
Dengan proposal Ukraina bahwa mereka sudah melepas keinginan untuk mendapatkan lagi Donbass dan Crimea dengan cara militer, maka bisa dibilang pertempuran di sana akan surut jika proposal itu diterima Rusia.
Dengan demikian, Rusia paling tidak mendapatkan Donbass dan Crimea. Proposal lain soal netralitas Ukraina juga berarti Rusia mencapai tujuannya agar secara permanen menjadikan Ukraina negara netral. NATO tidak bisa masuk.
Dengan demikian, untuk masa mendatang, Ukraina lebih fokus ke pembangunan ekonomi, tidak terlibat dalam urusan geopolitik. Soal denazifikasi, sukar dilakukan kecuali di wilayah-wilayah yang dikendalikan Rusia. Tetapi dengan netralitas Ukraina, berarti tidak bisa dipakai NATO untuk kepentingan merongrong Rusia.
Perhatian Amerika pada Ukraina menyurut, bantuan untuk milisi juga menyurut. State Department, Blinken, kecewa dengan hasil negosiasi, walau pihak Ukraina bilang ada kemajuan. Blinken bilang dia hanya fokus pada Rusia. Jelas Blinken tidak memusingkan Ukraina, tetapi fokus menekan Rusia. Makanya dia kecewa dengan hasil perundingan di Istanbul.
Jadi, yang banting setir strategi itu siapa? Moscow atau Kiev? Menurut saya, Kiev. Sesudah kegagalan Biden di Eropa, Kiev mulai melihat berbahaya kalau terus menerus mengikuti petunjuk Amerika, makanya di perundingan ini, Kiev banting setir.
Kiev juga melihat apa yang terjadi pada Mariupol dan kota-kota lain yang mengalami kehancuran parah ketika berperang mati-matian melawan Rusia. Jika Kiev mengalami hal serupa, maka habislah Ukraina, ibu kotanya tidak lagi bisa digunakan karena semua bangunan hancur.
Dengan mengendorkan aktivitas militer di Kiev, Rusia menunjukkan bahwa mereka tidak berminat menghancurkan Kiev jika memang negosiasi bisa berjalan. Itu jalan keluar bagi Kiev. Kiev tidak punya jalan lain. Wilayah-wilayah Ukraina sudah tidak di bawah kendali mereka. Jika kemudian persetujuan damai diteken kedua belah pihak, di mana Ukraina secara permanen akan netral, kira-kira apakah Amerika masih akan menyalurkan bantuan untuk membangun ulang Ukraina?
Saya sangat ragu. Amerika ingin Ukraina berperang. Bukan damai membangun negerinya. Kiev juga tahu, mereka tidak bisa mengandalkan Barat untuk membangun ulang Ukraina. Barat tunduk pada Amerika, dan Amerika hanya tertarik pada Ukraina ketika dia punya nilai strategis geopolitik. Dengan menjadi non-blok, nilai strategisnya hilang. Ukraina tak lagi berguna.
Karena itulah, walau China terlihat “membantu” Rusia, tidak mengecam Rusia, Kiev tidak pernah mengecam China. Kiev tahu, ketika debu-debu peperangan mulai surut, satu-satunya negara dominan yang bisa diandalkan untuk membantu pembangunan ulang adalah China.
Dengan proposal-proposal yang sudah dibicarakan, kalau disetujui bersama, itu sebenarnya kemenangan besar untuk Rusia. Cuma beberapa poin yang belum dibicarakan, seperti nasib Kharkov, Nikolaev, dan Odessa. Juga tentang cara denazifikasi. Rincian soal ini bisa membuat perundingan lama.
Jika Ukraina dan Rusia berdamai, ini adalah kekalahan total Biden dan strategi Amerika pada umumnya. AS kehilangan satu pion geopolitik untuk menekan Rusia. Selain itu, kepercayaan Eropa pada Amerika akan menyusut banyak. Eropa akan berusaha mandiri dalam politik.
Tapi, saya ragu apakah persetujuan bisa dibereskan dengan cepat. Amerika tidak akan diam saja. Pasti AS akan membuat gerakan bawah tangan. Mereka yang terlibat bisa saja terancam hidupnya. Bahkan Zelensky bisa ditembak milisi neo-nazi jika berani meneken persetujuan damai ini. Ini semua membuat “terang” soal “Abramovich dan delegasi Ukraina diracun”.
Apakah sudah ada pihak di Kiev yang akan menjegal perundingan damai ini dengan mengancam hidup mereka yang terlibat? Jika perjanjian damai diteken, maka anggaran yang dicadangkan Amerika untuk bantuan militer juga tidak bisa digunakan. Sekurang-kurangnya tidak secara terang-terangan. Tidak ada kerja sama militer Ukraina dengan pihak lain yang tidak disetujui Rusia. Amerika akan merasa dipecundangi.
Mungkin sekarang saatnya China sedikit membantu untuk mendorong ke arah persetujuan damai dengan menjanjikan Ukraina untuk berdialog soal kerja sama dan investasi pasca perang. Jadi, selain perdamaian, juga ada iming-iming pembangunan ekonomi.
Karena jika Biden sukses menggalang kerja sama Eropa, maka urusannya beda lagi. Zelensky cs akan semakin pongah dan menyerang Rusia. Rusia juga akan semakin galak bertahan. Hanya ketika penghasut utama terlihat gagal, maka perdamaian menemukan jalan keluar.
Ramzan Kadyrov kelihatannya tidak puas. Ia mendesak Putin meneruskan serangan ke Kiev, menyelesaikan apa yang sudah dimulai. Tanggung. Ini bisa jadi masalah ketidak-puasan pasukan Chenchen jika Putin tidak menanganinya dengan baik.
Sementara itu, Republik Donetsk mendesak Moscow agar tidak mempercayai janji-janji Ukraina waktu negosiasi, walaupun digaransi oleh Jerman dan Perancis.
Ini senada dengan omongan Lavrov. Negara-negara Barat tidak bisa dipercaya omongannya. Kalau nanti dapat kesempatan, mereka akan ingkar begitu saja.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi kembali mengkritik pemaksaan Amerika dan NATO bagi negara-negara yang tidak ada urusannya dengan konflik Ukraina untuk mengambil sikap dan membayar biaya konflik—diharuskan menaati sanksi unilateral Barat. Harusnya negara-negara lain juga ikut bersuara memprotes cara Amerika dan NATO memaksakan hal ini.
Kelihatannya antara Zelensky dan tim perunding Ukraina memiliki selisih paham tentang status Donbass dan Crimea. Seperti yang saya duga, Zelensky juga tidak akan bebas dalam bersikap. Jika salah, peluru bisa menembus kepalanya. Demikian juga tim perunding. Mereka harus berhati-hati dengan kelangsungan hidup mereka.
Bagi kelangsungan perundingan secara aman, justru lebih baik Zelensky dan tim perunding tidak berada di dalam Ukraina. Jalanan dipenuhi oleh milisi-milisi bersenjata yang tidak disiplin. Jika demikian, perundingan tidak akan menghasilkan apa-apa karena banyak ancaman. (*Artikel ini kami ambil dari utas Mentimoen di Twitter. Kami mengubah beberapa bagian, namun tidak mengurangi catatan asli penulis)