SINTESANEWS.ID – Pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di Kalimantan Timur tahun ajaran 2025-2026 menghadapi tantangan serius terkait ketimpangan akses pendidikan, meskipun secara kuantitas rombongan belajar (rombel) dinilai mencukupi.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan, menyoroti bahwa hambatan utama bukan pada jumlah daya tampung sekolah, melainkan pada distribusi akses dan fasilitas yang tidak merata, khususnya di wilayah terpencil.
“SPMB harus dirancang sesuai kondisi daerah, jangan hanya mengikuti regulasi pusat yang biasanya berbasis kota besar. Di Kaltim, faktor geografis dan aksesibilitas menjadi kendala besar bagi siswa,” ujar Agusriansyah dalam rapat kerja bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim, Selasa (10/6/2025).
Data menunjukkan Kaltim memiliki total kapasitas 27.931 siswa SMA dan 22.412 siswa SMK, dengan rombel terbanyak di Samarinda, Kukar, dan Balikpapan. Namun, wilayah seperti Mahakam Ulu dan Kutai Barat masih memiliki data rombel yang belum lengkap dan menghadapi tantangan infrastruktur pendidikan.
Agusriansyah menegaskan, meski angka rombel cukup, banyak siswa terhambat karena jarak sekolah yang jauh dan keterbatasan pilihan sekolah yang sesuai minat. Ia juga mengkritik penerapan standar regulasi pendidikan pusat yang tidak fleksibel terhadap kondisi lokal Kaltim.
“Regulasi pusat harus diadaptasi agar tidak diskriminatif. Pemerintah daerah perlu mengusulkan kebijakan berbasis kekhasan daerah agar pendidikan bisa lebih merata,” katanya.
Politisi PKS itu juga mengusulkan integrasi antar kementerian untuk mengatasi persoalan akses, termasuk penyediaan transportasi bagi siswa di daerah terpencil dan percepatan akreditasi sekolah yang belum memenuhi standar nasional.
“Kami juga mendorong penyediaan bus sekolah di wilayah yang jarak rumah siswa ke sekolah mencapai 2-3 kilometer. Ini hal mendesak yang perlu diperhatikan,” tambahnya.
Agusriansyah menegaskan komitmennya untuk terus mengawal isu pendidikan di DPRD, menekankan bahwa hak pendidikan adalah amanat konstitusional yang harus dijaga dengan kebijakan yang adil dan inklusif.
“Pendidikan adalah hak dasar warga negara yang harus dipenuhi tanpa diskriminasi oleh regulasi kaku,” pungkasnya.(Adv)