SINTESANEWS.ID – Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Arfan, menyebut alih fungsi hutan di wilayah hulu sebagai penyebab utama bencana banjir yang kini menjadi langganan di Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur (Kutim).
Menurutnya, pembukaan lahan secara masif yang dipicu oleh aktivitas pertambangan telah merusak daya dukung lingkungan, terutama di kawasan Wahau, Kongbeng, Muara Bengkal, dan Ancalong.
“Jadi kita tidak bisa lagi saling menyalahkan, yang jelas hutan di hulu sudah gundul. Kalau sudah seperti itu, banjir pasti terjadi. Tidak bisa dimungkiri kontribusinya,” ujar Arfan, Selasa (27/5/2025).
Ia menilai banjir yang melanda Bengalon bukan lagi peristiwa luar biasa, melainkan telah menjadi bencana rutin yang sangat mengganggu kehidupan warga.
“Dulu saat hujan deras, air butuh waktu lama untuk naik. Sekarang, baru hujan sebentar saja, air langsung meluap ke permukiman,” katanya.
Arfan menambahkan, kerusakan hutan akibat perluasan izin usaha pertambangan (IUP) tidak hanya memperparah risiko banjir, tetapi juga mengancam keberlanjutan sumber daya alam di wilayah tersebut.
Ia mendesak pemerintah daerah dan pusat untuk mengevaluasi secara menyeluruh pemberian IUP, khususnya yang berada di daerah tangkapan air atau kawasan hutan lindung.
“Evaluasi izin tambang ini penting. Jangan sampai masyarakat terus jadi korban, sementara keuntungan hanya dirasakan sebagian pihak,” tegasnya.
Sebagai legislator dari dapil Kutim, Arfan mengaku siap mendorong adanya regulasi atau kebijakan tegas di DPRD Kaltim guna mengendalikan kerusakan lingkungan akibat tambang.
“Kita tidak anti-investasi, tapi jangan mengorbankan keselamatan rakyat. Lingkungan harus dijaga, karena itu satu-satunya penyangga hidup kita,” pungkasnya.(Adv)