SINTESANEWS.ID – Perumda Tirta Mahakam Kukar menggelar audiensi dengan perwakilan mahasiswa dari BEM Unikarta pada Kamis (14/3/2024).
Pertemuan ini diadakan sebagai respons terhadap seruan untuk transparansi dan peningkatan layanan PDAM oleh sejumlah aktivis Unikarta.
Wakil Ketua BEM Unikarta, Ihwan, menyampaikan apresiasi atas inisiatif dialog ini. “Ini adalah langkah awal yang baik untuk mendengarkan suara mahasiswa,” ujar Ihwan.
Dalam pertemuan tersebut, Ihwan beserta jajarannya menyuarakan aspirasi masyarakat terkait tarif terbaru PDAM yang dianggap memberatkan masyarakat.
Selain tarif yang memberatkan, dinilainya PDAM masih berada pada kondisi pelayanan, kualitas dan kuantitas yang masih buruk.
“Pada rapat tadi kami meminta Perumda untuk meninjau ulang tarif yang ada dan memastikan bahwa kualitas air yang disediakan memenuhi standar,” jelas Ihwan.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya aktivasi media sosial oleh PDAM untuk memudahkan komunikasi dengan pelanggan.
Ihwan menambahkan bahwa media sosial PDAM harus lebih aktif dan informatif.
Dia bilang kalau aplikasi PDAM yang ada saat ini belum cukup dikenal oleh masyarakat.
BEM Unikarta, kata Ihwan akan menunggu respons dari Perumda terkait tuntutan ini.
Jika tidak ada tindak lanjut yang memuaskan, ia mengaku tidak segan untuk melakukan aksi demonstrasi di gedung PDAM, Kantor Bupati dan DPRD Kukar.
“Kami berharap Perumda Tirta Mahakam dapat merespons dengan tindakan konkret. Sebagai perusahaan milik daerah alias plat merah, Bupati sebagai pemilik saham harus bertanggung jawab kepada masyarakat terkait persoalan ini,” tutup Ihwan.
Sementara itu, Dirut Perumda Tirta Mahakam, Suparno bilang kenaikan tarif ini memiliki landasan yaitu SK Gubernur Kaltim Nomor 500/K.162/2022 tentang penetapan besaran tarif batas bawah dan atas air minum di Kabupaten/Kota di Kaltim dan SK Bupati Kukar Nomor 359/SK-BUP/HK/2023 tentang penyesuaian tarif air minum Tirta Mahakam.
Tak hanya, itu kenaikan ini kata dia sudah melalui kajian dari akademisi baik Unmul dan Unikarta. Bahwa penyesuaian tarif dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini untuk menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan alias berhenti beroperasi.
Suparno mengaku, kenaikan biaya listrik, BBM dan bahan kimia juga menjadi acuan penyesuaian tarif ini.
“Untuk biaya PLN kita setahun sampai 28 miliar rupiah, BBM golongan industri mencapai 1,4 miliar dan bahan kimia untuk produksi mencapai 18,4 miliar rupiah. Tingkat kebocoran kita juga mencapai 38 persen,” ungkap Suparno. (ar)