SINTESANEWS.ID – Upaya meredakan konflik agraria antara warga Desa Jonggon, Kecamatan Loa Kulu, dan PT Niaga Mas Gemilang kini mulai menemukan titik terang.
DPRD Kutai Kartanegara (Kukar) mengambil peran aktif dalam menciptakan solusi yang adil melalui skema kemitraan berbasis kepercayaan dan keberlanjutan.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar pada Senin (7/7/2025) menjadi momen penting dalam perjalanan penyelesaian sengketa tersebut.
Dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kukar, Ahmad Yani, rapat ini juga dihadiri anggota Komisi I dan perwakilan Dinas Perkebunan Kukar.
RDP kali ini merupakan lanjutan dari serangkaian pertemuan dan inspeksi lapangan sebelumnya. Meski belum berujung pada kesepakatan final, arah pembicaraan menunjukkan kemajuan signifikan. Kedua belah pihak akhirnya sepakat membuka ruang kerja sama yang saling menguntungkan.
Pokok sengketa berpusat pada lahan seluas lebih dari 20 hektare, di mana 14,35 hektare di antaranya telah bersertifikat atas nama warga sejak 2019.
Masyarakat selama ini mengklaim lahan tersebut sebagai milik sah yang digarap perusahaan sawit tanpa izin atau pola kemitraan yang jelas.
Dalam suasana dialog yang konstruktif, warga menyatakan kesiapannya untuk bermitra, dengan syarat adanya pembagian keuntungan yang adil. Sebagai respons, perusahaan menyampaikan tawaran awal sebesar 10 persen dari hasil produksi.
Ahmad Yani menilai pendekatan ini jauh lebih produktif dibandingkan membawa persoalan ke jalur hukum. Menurutnya, kemitraan adalah bentuk solusi beradab yang memungkinkan transformasi dari konflik menuju kolaborasi.
“Tidak semua persoalan harus berakhir di pengadilan. Kalau masih bisa dibicarakan dengan kepala dingin, itulah jalan yang terbaik,” ucap Yani.
DPRD Kukar memberikan waktu dua minggu kepada perusahaan untuk menyusun skema teknis dan nilai kemitraan yang bisa diterapkan secara rinci dan adil. Kejelasan pola kerja sama ini diharapkan dapat memberikan kepastian bagi kedua pihak.
Tak hanya itu, Ahmad Yani juga menyoroti pentingnya sertifikasi tanah sebagai dasar hukum yang kuat bagi warga. Ia mendorong pemerintah desa agar turut aktif membantu penyelesaian administrasi kepemilikan lahan yang masih menggantung.
“Dengan dasar hukum yang jelas, posisi masyarakat dalam kemitraan akan lebih kuat dan terlindungi,” katanya.
Langkah ini juga menjadi bagian dari komitmen DPRD dalam membangun kesejahteraan berbasis keadilan. Bukan hanya menyelesaikan sengketa, tapi membuka jalan bagi warga untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari tanah yang mereka miliki.
“Kita ingin hubungan masyarakat dan perusahaan tidak lagi diwarnai ketegangan, tapi kepercayaan. Dari yang dulu konflik, sekarang harus bisa menjadi kemitraan yang saling menguntungkan,” tutup Ahmad Yani. (Adv/fi)