Jakarta, sintesanews.id – Mahkamah Agung (MA) menyatakan Edhy Prabowo telah bekerja dengan baik selama menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan. Pertimbangan itu menjadi alasan bagi MA menghukum Edhy dengan 5 tahun penjara atau lebih ringan dari putusan sebelumnya 9 tahun penjara.
Menurut majelis hakim kasasi, kinerja baik diperlihatkan Edhy saat menerbitkan peraturan menteri yang mengizinkan kembali ekspor Benih Bening Lobster (BBL) atau yang dikenal benur.
Aturan itu secara lengkap tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 12/PERMEN-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia.
“Bahwa putusan JF PT yang mengubah putusan JF PN kurang mempertimbangkan keadaan meringankan terdakwa (Edhy Prabowo) sehingga perlu diperbaiki dengan alasan pada faktanya bahwa terdakwa sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan RI sudah bekerja dengan baik,” ujar Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, kepada wartawan, Rabu (9/3/2022).
Permen 12/2020 itu menghapus Permen 56/2016 berisi larangan ekspor benur yang diterbitkan Menteri sebelumnya, Susi Pudjiastuti. Menurut majelis hakim kasasi, Edhy telah memberi harapan yang besar kepada masyarakat khususnya nelayan.
“Dalam hal ini terdakwa mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 12/PERMEN-KP/2020 dengan tujuan yaitu adanya semangat untuk memanfaatkan benih lobster untuk kesejahteraan masyarakat, yaitu ingin memberdayakan nelayan dan juga untuk dibudidayakan karena lobster di Indonesia sangat besar,” kata Andi.
“Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 12/PERMEN-KP/2020 tersebut eksportir disyaratkan untuk memperoleh bening lobster dari nelayan kecil penangkap BBL sehingga jelas perbuatan terdakwa tersebut untuk menyejahterakan masyarakat khususnya nelayan kecil,” sambungnya.
Sebelumnya, MA menghukum Edhy dengan pidana 5 tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 2 tahun. Vonis ini lebih ringan daripada putusan sebelumnya yakni Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menghukum Edhy dengan 9 tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 3 tahun.
Edhy turut dihukum pidana denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan dan pidana pengganti sebesar Rp 9.687.447.219 dan US$ 77.000 dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan.
Putusan di tingkat kasasi diadili oleh ketua majelis Sofyan Sitompul dengan hakim anggota masing-masing Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani. Putusan diketok pada 7 Maret 2022. (cnnindonesia)