Home » Politik » Nasional » Pengamat: Koalisi di Pilpres Tak Didasarkan Ideologi dan Program

Pengamat: Koalisi di Pilpres Tak Didasarkan Ideologi dan Program

Sabtu,21 Mei 2022 12:20WIB

Bagikan : Array
Ganjar Pranowo bertemu dengan Anies Baswedan. Keduanya digadang-gadang sebagai calon presiden di Pilpres 2024. (Solopos.com)

Jakarta, sintesanews.id – Pertemuan beberapa elit politik lintas partai beberapa hari terakhir menunjukkan peta koalisi Indonesia “tergolong liar”. Partai yang berada di luar dan dalam pemerintahan sewaktu-waktu dapat berkoalisi bila mereka memiliki kepentingan yang sama.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyebutkan bahwa politik Indonesia tidak didasarkan pada diferensiasi ideologis dan program.

“Siapa pun tokoh bisa bertemu dengan agenda memenangkan pemilu tanpa diikat oleh kesamaan ideologis. Ini menunjukkan politik kita bersifat gimmick dan oleh pertarungan personality tanpa diikuti dengan gagasan yang memadai,” ungkap Burhan sebagaimana dikutip sintesanews.id dari kanal YouTube Kompas TV, Sabtu (21/5/2022) malam.

Sejak bertahun-tahun pertarungan politik Indonesia, lanjut dia, tak didasarkan perbedaan visi mengenai proposal kebijakan yang akan dibawa para politisi untuk memajukan Indonesia.

Kata Burhan, di negara yang memiliki sistem kepartaian yang telah mapan, koalisi tidak bisa dibangun antar-calon atau partai yang mempunyai ideologi yang berbeda.

Ia menilai Anies Baswedan memiliki rekam jejak ideologis yang berbeda dengan Ganjar Pranowo. Keduanya mewakili dua aspirasi ideologi yang bahkan saling “bertabrakan”.

“Tapi dalam konteks Indonesia, keduanya bisa bertemu, bahkan bisa bersatu,” katanya.

Hal ini menunjukkan bahwa politik elektoral Indonesia berdasarkan persepsi publik serta tidak didasarkan gagasan yang dibawa dan diusung para politisi.

“Kalau kita mengacu pada negara yang partainya sudah mapan, itu sulit untuk membayangkan dua tokoh yang berbeda secara ideologis itu bertemu, bahkan bersatu,” jelasnya.

Burhan mencontohkan di Amerika Serikat, di mana Donald Trump akan sulit bertemu dan berkoalisi dengan Joe Biden.

“Tapi di Indonesia, itu mungkin terjadi,” ucapnya.

Publik di Tanah Air umumnya tak membicarakan gagasan Anies dan Ganjar untuk Indonesia di masa depan. Mereka justru memperdebatkan hal-hal yang remeh-temeh atau tidak substansial seperti tempe dan opor ayam.

“Itu menunjukkan betapa politik kita jauh banget dibandingkan pemilu tahun 1955. Tahun 1955, partai-partai dan elit politik bisa berjibaku dan berkelahi dari sisi ide dan gagasan. Mereka berdebat bagaimana membangun Indonesia ke depan,” ungkapnya.

“Belakangan, setelah proporsional terbuka dan era Pilpres secara langsung, itu proses diferensiasi ideologis mengalami proses peluruhan,” lanjutnya. (*)

6085768219885996691-min

TOPIK TERKAIT

BERITA UTAMA

REKOMENDASI

cb69ca3e-61d6-4002-8894-a924a9d8e08a

TEKNOLOGI

TERPOPULER

HIBURAN

bannera

POLITIK