SINTESANEWS.ID – Ketua BEM Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta), M. Ibnu Ridho, menyoroti dugaan pencemaran lingkungan di Muara Badak, Kukar, yang berdampak pada 299 nelayan budidaya kerang.
Pencemaran ini diduga berasal dari limbah PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS), yang hingga kini belum memberikan kejelasan atas dampak yang ditimbulkan.
Kata Ridho, BEM Unikarta tengah mengkaji isu ini dan berencana menggelar aksi besar menuntut tanggung jawab perusahaan.
Ia juga mengungkapkan kekhawatiran atas potensi nasionalisasi PHSS yang bisa menggantikan peran BUMN dengan perusahaan asing.
“Kami akan jadi mimpi buruk bagi perusahaan yang tidak berpihak kepada masyarakat, khususnya di Kutai Kartanegara,” tegasnya.
Ridho bilang, BEM Unikarta berencana menggalang solidaritas mahasiswa Kukar se-Kaltim untuk menekan pihak perusahaan agar bertindak lebih cepat.
Ratusan pembudidaya kerang dara di Muara Badak sebelumnya telah melakukan aksi protes pada 5 Februari di depan gerbang PT PHSS.
Aksi ini berujung pada mediasi yang melibatkan DPRD dan Pemkab Kukar, namun hingga kini belum menghasilkan solusi konkret.
“Kita sudah beberapa kali dimediasi, tapi hasilnya nol. PT PHSS tetap pasif, tidak ada langkah nyata untuk membantu kami,” ujar Riswan, perwakilan Persatuan Budidaya Kerang Dara Muara Badak.
Para nelayan yang terdampak telah mengajukan permintaan tali asih sebesar Rp10 juta per orang, tetapi hingga kini belum ada kepastian. PT PHSS berdalih masih menunggu hasil uji laboratorium yang baru akan keluar dalam dua bulan mendatang.
“Dua bulan bukan waktu yang sebentar bagi kami yang kehilangan mata pencaharian. Mau makan apa kami?” keluh Riswan.
Kata dia, Pemkab Kukar sebelumnya menyarankan agar PT PHSS menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai solusi sementara, namun perusahaan beralasan bahwa pencairan dana tersebut membutuhkan prosedur yang tidak dapat dilakukan secara instan. (ar)